“Alif Lam Mim, Kitab (Al Qur’an)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan
sebahagiaan rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman
kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta
mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat, dan merekalah orang-orang yang
beruntung.” (Al-Baqarah [2]: 1-5)
Firman Allah swt. “...petunjuk
bagi mereka yang bertakwa...” (Al-Baqarah [2]:2)
Mengapa Allah swt. tidak
menggunakan redaksi orang-orang muslim? Karena orang-orang muslim itu ada
beberapa tingkatan:
1. Di antara mereka ada yang melakukan dosa-dosa besar, sehingga mereka tidak mendapatkan hidayah secara sempurna
2. Di antara mereka ada yang melakukan dosa-dosa kecil secara terus menerus, sehingga mereka juga tidak mendapatkan hidayah secara sempurna & menyeluruh
3. Orang yang bertakwa, Allah swt. berfirman, “...bagi mereka yang bertakwa...” (Al-Furqân [25]:74)
1. Di antara mereka ada yang melakukan dosa-dosa besar, sehingga mereka tidak mendapatkan hidayah secara sempurna
2. Di antara mereka ada yang melakukan dosa-dosa kecil secara terus menerus, sehingga mereka juga tidak mendapatkan hidayah secara sempurna & menyeluruh
3. Orang yang bertakwa, Allah swt. berfirman, “...bagi mereka yang bertakwa...” (Al-Furqân [25]:74)
Merekalah orang yang memperoleh
hidayah dari Al-Qur’an. Mereka juga menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan
hidupnya, sehingga mereka melaksanakan semua perintah dan menjauhi
larangan-Nya, mengambil hukum dari-Nya dan menolak dengan tegas adanya
penyerupaan atas-Nya.
Umar bertanya kepada Ibnu Ka’ab,
“Beritahukan aku maksud dari takwa?” Ibnu Ka’ab balik bertanya, “Apakah kamu
pernah melihat duri di muka bumi ini pada saat kamu berjalan?” “Iya,” jawab
Umar. Ibnu Ka’ab lalu bertanya, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab,
“Terkadang aku menghindar darinya dan terkadang duri itu melukai kulitku.” Ibnu
Ka’ab akhirnya menyimpulkan, “Ya, begitu juga dengan takwa!”
Ada beberapa hal yang bisa kita
lakukan agar ketakwaan kita terpatri dalam diri kita, diantaranya:
1. Senantiasa merasa diawasi Allah swt.
2. Melaksanakan semua kewajiban dan ketaatan kepada-Nya yang disertai dengan ketulusan hati.
1. Senantiasa merasa diawasi Allah swt.
2. Melaksanakan semua kewajiban dan ketaatan kepada-Nya yang disertai dengan ketulusan hati.
Allah swt. berfirman, “(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, ...” (Al-Baqarah [2]:3).
Al-Ghaib artinya segala sesuatu
yang tidak bisa ditangkap panca indra. Mereka percaya dan membenarkan Nabi
Muhammad saw. yang telah memberitakan kepada mereka bahwa disana ada yang
namanya surga, neraka, perhitungan amal, pahala dan dosa. Di sana juga terdapat
shirath yaitu jembatan pemisah antara surga & neraka. Di sana terdapat
kenikmatan yang abadi dan siksaan yang begitu pedih. Di sana ada Tuhan yang
Mahaadil dan Mahabijaksana, Mahakuasa dan Berkehendak, Maha Melihat dan
Mendengar, Dzat yang bersemayam di arasy-Nya, Dzat yang hanya cukup mengatakan
‘Jadi!’ maka semua akan menjadi kenyataan, bagi-Nya semua kerajaan dan segala
urusan manusia.
Maka, berbahagialah kita jika
kita mempercayai semua yang diberitakan Rasulullah saw. meskipun kita belum
pernah bertatap muka dengan beliau. Kita juga pantas berbahagia di saat
tertanam dalam kalbu keimanan kita yang kokoh terhadap pencipta jagad raya ini
meskipun kita belum pernah menatap-Nya.
Firman Allah swt. “...dan mereka
yang mendirikan shalat ...” (Al-Baqarah [2]: 3)
Manusia terbagi menjadi dua
golongan, yaitu: golongan orang yang mendirikan shalat dan golongan orang yang
melaksanakan shalat. Siapa yang hanya melaksanakan shalat, maka kemungkaran,
kedurjanaan dan kekejian tidak akan terlepas dari kebiasaannya. Berbeda bagi
mereka yang mendirikan shalat, maka shalatnya akan melepaskan dirinya dari
perbuatan mungkar, kedurjanaan dan perbuatan keji.
Salah seorang ulama berkata, “yang
dimaksud dengan mendirikan (shalat) adalah pelaksanaan shalat dengan disertai
keikhlasan, kekhusyukan, dan penghayatan atas setiap kalimat yang diucapkan
dalam shalat mulai dari takbir, ruku’, sujud sampai salam.”
Lalu Allah swt. melanjutkan
firman-Nya, “...menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka ...” (Al-Baqarah [2]: 3)
Artinya, mereka diminta
menginfakkan sebagian karunia yang diberikan Allah swt.
Mereka tidak membiarkan bumi,
saat diajukan kepadanya permintaan. Untuk memenuhi kebutuhan dua hari
kemenangan. Tapi mereka menampakkan keceriaan yang terpancar dari mukanya. Disaat
permohonan itu disampaikan kepadanya.
Allah swt. berfirman, “ ...dan
merekalah orang-orang beruntung...” (Al-Baqarah [2]: 5).
Artinya, merekalah orang-orang
yang meraih kebahagiaan, kesuksesan dan kedamaian secara lahir maupun batin.
Semoga Allah swt. menjadikan kita
termasuk bagian dari orang-orang yang dapat meraih keberuntungan, orang-orang
yang senantiasa mendirikan shalat, orang-orang yang beriman terhadap yang ghaib
dan orang-orang yang sudi mengeluarkan sebagian harta kekayaan yang dikaruniakan
Allah swt. kepada kita. Wallahu a’lam.
Semoga keselamatan dan kedamaian selalu
tercurah kehadirat baginda Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar